Ta’liil Hadits Berbekam di Masjid


Al-Imaam Ahmad rahimahullah berkata:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، قَالَ: كَتَبَ إِلَيَّ مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ يُخْبِرُنِي، عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ احْتَجَمَ فِي الْمَسْجِدِ ، قُلْتُ لِابْنِ لَهِيعَةَ فِي مَسْجِدِ بَيْتِهِ؟ قَالَ: لَا، فِي مَسْجِدِ الرَّسُولِ ﷺ
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin 'Iisaa : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii'ah, ia berkata : Muusaa bin 'Uqbah pernah menuliskan kepadaku seraya mengkhabarkanku dari Busr bin Sa'iid, dari Zaid bin Tsaabit : Bahwasannya Rasulullah pernah berbekam di masjid (ihtajama fil-masjid). Perawi (Ishaaq) bertanya kepada Ibnu Lahii'ah : "Di masjid rumahnya ?". Ia menjawab : "Bukan, di masjid Rasulullah " [Al-Musnad, 5/185].

Dalam hadits tersebut, tertulis 'ihtajama fil-masjid' (berbekam di masjid), sehingga sebagian fuqahaa' berdalil dengan hadits ini bolehnya berbekam di masjid.
Namun hadits ini telah dikritik para ulama ahli hadits. Para ulama menjelaskan hadits tersebut mengalami tashhiif, yaitu tertulis 'ihtajama fil masjid’ (احْتَجَمَ فِي الْمَسْجِدِ) yang seharusnya 'ihtajara fil-masjid' (membuat kamar/ruangan di masjid).
Ath-Thahawiy rahimahullah membawakan riwayat:
حَدَّثَنَا ابْنُ مَرْزُوقٍ، وَعَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالا: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا النَّضْرِ يُحَدِّثُ، عَنْ ْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ: " أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ احْتَجَرَ حُجْرَةً فِي الْمَسْجِدِ مِنْ حَصِيرٍ، فَصَلَّى فِيهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَيَالِيَ، حَتَّى اجْتَمَعَ إِلَيْهِ نَاسٌ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Marzuuq dan 'Aliy bin 'Abdirrahmaan, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami 'Affaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Wuhaib, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin 'Uqbah, ia berkata : Aku mendengar Abun-Nadlr menceritakan dari Busr bin Sa'iid, dari Zaid bin Tsaabit : Bahwasannya Nabi membuat sebuah kamar/ruang khusus di masjid (ihtajara fil-masjid) dari tikar jerami. Lalu Rasulullah shalat di dalamnya beberapa malam hingga manusia berkumpul kepada beliau (untuk bermakmum shalat)...." [Syarh Ma'aanil-Aatsaar no. 1307].
Di sini ada perbedaan sanad dan sekaligus matannya. Ibnu Lahii'ah dalam hadits pertama membawakan dengan sanad dari Muusaa bin 'Uqbah, dari Busr bin Sa'iid, dari Zaid bin Tsaabit; dan dengan lafadh ihtajama fil-masjid. Sementara itu Wuhaib - dan ia seorang yang tsiqah lagi tsabat - meriwayatkan dari Muusaa bin 'Uqbah, dari Abun-Nadlr, dari Busr bin Sa'iid, dari Zaid bin Tsaabit; dan dengan lafadh ihtajara fil-masjid.
Wuhaib jauh lebih terpercaya dibandingkan Ibnu Lahii'ah, sehingga sanad dan matan yang benar adalah hadits yang dibawakan Wuhaib. Dalam hal ini, Muusaa bin 'Uqbah yang meriwayatkan dari Abun-Nadlr dengan lafadh 'ihtajara' memiliki mutaba'ah dari 'Abdullah bin Sa'iid (Ibnu Abi Hind), seorang yang tsiqah.
Oleh karena itu, tidak ragu lagi Ibnu Lahii'ah keliru dalam membawakan riwayat Zaid bin Tsaabit. Muslim bin Al-Hajjaaj rahimahumallah mengomentari riwayat Ibnu Lahii'ah dengan perkataannya:
وَهَذِهِ رِوَايَةٌ فَاسِدَةٌ مِنْ كُلِّ جِهَةٍ، فَاحِشٌ خَطَؤُهَا فِي الْمَتْنِ وَالإِسْنَادِ جَمِيعًا، وَابْنُ لَهِيعَةَ الْمُصَحَّفُ فِي مَتْنِهِ الْمُغَفَّلُ فِي إِسْنَادِهِ، وَإِنَّمَا الْحَدِيثُ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ احْتَجَرَ فِي الْمَسْجِدِ بِخُوصَةٍ أَوْ حَصِيرٍ يُصَلِّي فِيهَا
“Riwayat ini rusak dari segala sisinya, sangat buruk kekeliruannya baik dari sisi matan maupun sanadnya. Ibnu Lahii'ah melakukan tashiif dalam matannya dan lalai dalam sanadnya. Bunyi hadits itu hanyalah : 'Bahwasannya Nabi membuat kamar/ruangan khusus di masjid dari daun kurma atau tikar jerami yang kemudian beliau shalat padanya" [Jawaabu Ba'dlil-Khadam li-Ahlin-Ni'am, hal. 39].
Begitu juga Al-Haafidh Ibnu Hajar mengomentari matan yang dibawakan Ibnu Lahii'ah rahimahumallah:
كَذَا قَالَ ابْنُ لَهِيعَةَ احْتَجَمَ بِالْمِيمِ. وَهُوَ تَصْحِيفٌ بِلا رَيْبٍ، وَإِنَّمَا هُوَ احْتَجَرَ بِالرَّاءِ، أَيْ أَعَدَّ حُجْرَةً
"Begitulah yang dikatakan Ibnu Lahii'ah : ihtajama, yaitu dengan miim. Dan itu adalah tashhiif tanpa ada keraguan. Lafadh yang benar yaitu ihtajara, dengan huruf raa', yaitu : membuat (suatu) kamar" [Al-Athraaf, 2/385].
Wallaahu a'lam.

[abul-jauzaa’ – rnn – 17012018].

Comments